Jumat, 27 Februari 2009

Tetapkan Tujuan, Raih Cita Yang Besar

Oleh : Robert Edy Sudarwan
Pemimpin Umum Buletin Az Zukhruf
KAMMI komisariat IAIN Raden Intan Lampung



Richard Robinson mengkategorikan kaum muda sebagai kelas menegah social .yakni mereka datang dari kelas intelektual dengan pengetahuan yang mapan. Kaum muda adalah komunitas berpendidikan dan tercerahkan secara ilmu pengetahuan. Berfikir kritis dan revolusioner dalam bertindak.





Yang menghawatirkan ciri – ciri unik itu semakin sirna perlahan. Kaum muda kurang memperhatikan karakter intelektual yang mengebu – gebu. Teramat sayang ketika kaum muda justru terjebak oleh pragmatisme dan hedonisme. Bahkan ditengarai kaum muda sudah mulai kehilangan identitas diri nya. Generasi hari ini justru lebih percaya diri ketika menjadi orang lain dan malu ketika menjadi diri sendiri.



Kehilangan identitas hari ini merupakan keniscayaan yang tidak dapat terelakkan. Sehingga perjalanan hidup pun seakan kehilangan orientasi yang memaknai. Sungguhpun itu adalah hal yang biasa, namun itu sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan generasi.



Untuk itu, hal penting yang harus dimiliki oleh generasi muda adalah impian yang besar. Dengan menetapkan tujuan yang jelas harapannya semua itu bisa terbingkai dalam satu gerak yang yang seirama dengan tekad yang membaja.



Orientasai hidup hanya kepada Allah SWT. Menjadikan Allah SWT sebagai satu – satunya tujuan. Menjadikan Rasullullah sebagai satu – satu nya suri tauladan. Menjadikan Al-Qur'an sebagai satu – satunya pedoman dan menjadikan jihad sebagai satu – satunya jalan kehidupan. Dengan demikian kehidupan ini menjadi kehidupan yang penuh dengan makna sehingga tidak. Sehingga tidak terkesan hamapa dan tanpa makna.



Maka, sudah semestinya ketika kita ingin maju dan menetapkan langkah, yang terpenting adalah keberanian mengambil resiko. Salanjutnya kemampuan kita untuk menciptakan tim untuk membantu mewujudkan impian kita. Dan berevolusi dengan dukungan semangat dari dalam diri.
Selengkapnya...

MAHASISWA, P0LITIK DAN IDEALITAS

Ditulis oleh:
ROBERT EDY SUDARWAN (0813 796 5000 1)
KEPALA DEPARTEMEN INFOKOM KAMMI
KOMISARIAT IAIN RADEN INTAN LAMPUNG



Kaum muda adalah cadangan energi masa depan bangsa. Sungguh ironis ketika kaum muda, khususnya mahasiswa terjebak dalam pola hedonis hidup yang berujung pada materialistis. Dengan demikian menjadi sebuah keharusan sejarah bagi mahasiswa sebagai benteng moral kehidupan bangsa untuk menggugat praktek kekuasaan yang tidak mencerminkan reformasi pembangunan di segala bidang.





Menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk terus berjuang memperbaiki bangsanya. Kesadaran untuk bebas dari kebodohan dan kemiskinan merupakan tanggung jawab untuk kita semua. Dipundak mahasiswalah bangsa ini menaruh harapan untuk hidup lebih baik di masa mendatang.



Seyogyanya mahasiswa mampu menangkap perasaan rakyat akan kepentingan kesejahteraan dan demokrasi. Dengan adil dan merata melalui kemampuan intelektualnya dan kepribadian yang cemerlang. Ini adlah konsekwnsi logis bangsa yang merdeka berkembang dan berdaulat.



Perjalanan idealitas mahasiswa bukanlah hal yang mudh dan tannpa ganjalan. Gerakan mahasiswa semestinya adalah gerakan yang independent, non partisipan, dan lebihdan lebih di dasarka pada subtansi perubahan. Dengan begitu tidak ada alasan lagi bagi gerakan mahasiswa untuk menimbang – nimbang siapa yang akan muncul dalam panggung dunia politik. Tetapi yang terpenting adalah apa yang telah dilakukan untuk reformasi..



Gerakan moral adalah tawaran penting yang harus dipikirkan Negeri ini. Karena gerakan moral adalah gerakan independen dengan idelitas yang tinggi. Gerakan yang tidak terkait dengan kepentingan dan agenda politik per individu. Karena pada dasarnya gerakan mahasiswa dengan pelakunya yang silih berganti adalah gerakan pelurus sejarah kebenaran yang tidak akan pernah berubah setiap masa.



Idealitas mahasiswa dengan konsekuensinya adalah harga mahal yang tidak dapat di beli dengan apapun. Dengan produk gerakan moralnya, gerakan ini tidak berkepentingan dengan siapa yang akan muncul di pentas politik. Maka tidak pada tempatnya jika gerakan ini digunakan sebagai tempat untuk menanggapi berbagai isu yang di gunakan personal untuk membelah kekuatan dan melunturkan semangat idealisme. Sehingga anggapan bahwa gerakan mahasiswa di tunggangi dan di biayai merupakan fitnah dan prilaku kepanikan para penuduh telah kehilangan kreatifitas menghentikan gerakan reformasi.



Melihat sinyalemen di atas, hadirnya era kebangkitan Indonesia baru merupakan suatu keharusan bangi bangsa Indonesia . Kebangkitan ini harus di dasari oleh semangat nasionalitas yang tinggi oleh kaum mudanya. Penanaman atas wawasan kebangsaan "semu" oleh penyelenggara Negara harus dikikis habis. Bukan waktunya lagi kaum muda terjebak oleh pragmatisasi politik yang yang berujung pada pembodohan social.



Kecerdasan dalam berfikir dan bertindak adalah keharusan yang harus dimiliki setiap mahasiswa. Dengan idelitas yang dibangun sejak dini adalah sarana penyokong berjalanya roda kepemimpinan yang ideal . Penanaman terhadap gerakan moral yang idealis dan Independen harus menjadi prioritas dalam agenda membangun negeri ini. Proses pengkaderan itu harus muncul dan di bangun dalam wadah - wadah organisasi yang mempunyai semangat nasiolitas yang tinggi. Keinginan untuk membangun kearah yang lebih baik dengan semangat idelisme dalam memasuki dunia politik harus dimiliki oleh setiap calon pemimpin masa depan bangsa.



Sehingga gerakan mahasiswa menjadi gerakan moral yang rasional. Gerakan yang berinteletual ini perlu ditunjukakan dengan sikap demokratis dan anti anarkis. Mari kita buktikan bahwa proses pembodohan itu tidak berlaku pada mahasiswa. Dengan produk mengkemas tindakan anarki dengan retorika demokrasi. Penempatkan gerakan mahasiswa dalam tulisan ini adalah tidak lain karena peran gerakan mahasiswa sebagai pelopor dan penggerak dalam membela rakyat dari berbagai tirani dan segala bentuk ketimpangan yang terjadi di Indonesia . Mahasiswa dan gerakannya senantiasa mengusung panji-panji keadilan, kejujuran, selalu hadir dengan ketegasan dan keberanian. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktifitas politik mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya yang tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya.



Mahasiswa yang merupakan sosok pertengahan dalam masyarakat yang masih idealis namun pada realitasnya terkadang harus keluar dari idealitasnya. Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan mahasiswa memang tak bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat sifat-sifat intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya secara kritis dan merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Sebuah konsep yang cukup ideal bagi sebuah pergerakan mahasiswa walau tak jarang pemihakan-pemihakan tersebut tidak pada tempatnya.



Pada mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga bahwa dalam kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah, sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu, sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator dengan cara-caranya yang khas.



Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat jiwa patriotik yang dapat membius semangat juang lebih radikal. Mereka sedikit pun takkan ragu dalam melaksanakan perjuangan melawan kekuatan tersebut. Berbagai senjata ada di tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan yang ada agar perjuangan maupun pandangan-pandangan mereka dapat diterima. Senjata-senjata itu, antara lain seperti petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa jika dibandingkan dengan intelektual profesional, lebih punya keahlian dan efektif.



Kedekatannya dengan rakyat terutama diperoleh lewat dukungan terhadap tuntutan maupun selebaran-selebaran yang disebarluaskan dianggap murni pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan lain mengiringinya. Adanya kedekatan dengan rakyat dan juga kekuatan massif mereka menyebabkan gerakan mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan komunikasi antar mereka yang aktif layaknya bola salju, semakin lama semakin besar. Oleh karena itu, sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara.



Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mahasisaw dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.



Sehingga dialektika terhadap pewacanaan social bisa menjadi produk murni yang patut dibanggakan dalam perwujudan gerakan yang ideal. Tanpa ada intimidasi dari kekuatan politik berkepentingan, tanpa ada kekuatan yang mnyetir langkah nya. Dan ahirnya gerakan mahasiswa ini haruspu mengutuk tindakan premanisme politik yang menghalalkan anarkisme untuk tujuanya. Dengan demikian idealisme perjuangan akan mampu mengembalikan ruh semangat perjuangan reformasi yang telah terebut kaum muda di era lalu. Jangan biarkan para dictator berkedok demokrasi memati surikan reformasi.
Selengkapnya...

Rabu, 25 Februari 2009

MEMFORMAT ULANG SISTEM PEMILU

Oleh:
ROBERT EDY SUDARWAN
KEPALA DEPARTEMEN INFOKOM
KAMMI KOMISARIAT IAIN RADEN INTAN LAMPUNG



Perubahan sistem serta wajah dunia politik Indonesia banyak ditumpahkan harapanya sejak pelaksanaan pemilu 1999. Hadirnya multi partai sebagai konstenta pemilu diharapkan dapat menguatkan kedaulatan rakyat di lembaga legislatif. Sehingga pada giliranya legitimasi rakyat atas penyelenggaraan Negara semakin meningkat tajam. Harapanya berawal dari inilah perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam semua aspek kehidupan akan terealisir serta Indonesia baru akan segera lahir. Hal ini jika semua proses dan sistem pemilu 1999, 2004 dan 2009 yang akan bergulir ini memegang teguh prinsip - prinsip kedaulatan rakyat, demokrasi dan hak asasi manusia.


Perjalanan "nasionalitas" Indonesia bukanlah suatu hal yang gampang dan tanpa ganjalan. Pengingkaran terhadap nasionalisme atas nama apapun pada hakikatnya sebagai upaya pemaksaan kehendak individu untuk memporak-porandakan tiga institusi penyangga pemerintahan (baca: trias poltika); eksekutif, legislatif dan yudikatif. Penumbangan terhadap ketiga lembaga tinggi Negara tersebut berarti peng-kafir-an dan pe-munafikan terhadap esensi norma - norma agama. Eksekutif merupakan lembaga penyelenggara khalifatullah fil-ardl (wakil Tuhan di bumi), Legislatif sebagai implementasi hukum-hukum Tuhan dan Yudikatif sebagai perwujudan dari upaya penegakan kebenaran dan keadilan Tuhan Yang Maha Benar dan Adil.



Tirani kapitalitas hari ini cukup menorehkan luka yang mengakar pada negeri ini. Pemerkosaan atas nasionalitas , pemasungan terhadap Trias Politika serta pengembangan primodialisme (baca: sectarian) membawa kepada stagnansi gerakan yang berujung pada pragmatisasi. Pembodohan intelektual yang melanda para elit berujung pada kemandulan ironitas kebijakan. Multi partai yang diharapkan menjadi solusi Indonesia baru, ternyata berujung pada efektifitas yang langka untuk di rindukan.



Peninjauan ulang terkait sistem pemilu dirasa penting untuk dijadikan agenda besar republik ini. Pemborosan yang terjadi merupakan gejala moral yang melanda bangsa dan harus kita benahi bersama. Citra konsumtif itu harus benar – benar kita retas dan kita buang jauh dari realitas yang ada. Kemampuan dan keinginan memformat ulang sistem pemilu ini haruslah berawal dari kesadaran akan azas efektifitas, mudorot dan manfaat. Semua itu haruslah berawal dari semangat kebersamaan untuk merubah dan membawa negeri ini kearah yang lebih baik.



Membangun kembali perpolitikan yang demokratis adalah suatu keharusan bagi kontinunitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Melalui pemerintahan yang demokratis pula krisis berkepanjangan yang melanda bangsa ini di harapkan segera terselesaikan. Pesan reformasi yang bergema mengiringi lengsernya kepemimpinan Presiden Soeharto hingga saat ini baru akan terpenuhi dengan pemerintahan yang demokratis. Karena itu, pemilihan umum 7 Juni 1999 merupakan pintu bagi realisasi perjuangan reformasi. Sekaligus menjadi titik tolak bagi format ideal bangsa Indonesia yang memasuki millennium ke-3. Namun tenyata, cita untuk kearah itu karam di tengah luapan semangat reformasi yang berlebih. Atas nama HAM kebebasan menjadi bursa komoditas yang bisa digadaikan. Imbasnya kebijakan yang cenderung memakan energi dan pemborosan itu menjadi wacana utama.



Pertanyaan besar yang harus kita jawab bersama adalah "Apakah pemilu kali ini akan menghasilkan produk orang – orang yang berkualitas dan berkomitmen untuk membela nasib rakyat di Parlemen?". Jawaban itu bisa kita lihat dengan peliknya sistem yang harus kita format ulang. Realitas yang terjadi dengan banyaknya mesin politik justru membawa ke ironitas masyarakat yang cenderung pragmatis. Hal itu muncul dikarenakan adanya kejenuhan social dan mosi tidak percaya dari masyarakat. Budaya cerdas pada masyarakat yang belum terbangun membawa kearah money politik yang dimanfaatkan oleh para elit. Ahirnya berujung pada kristalisasi demokrasi yang stagnan.



Apakah realitas buram ini akan terus kita pertahankan?. Padahal kita tahu bahwa Amerika yang megusung ide multi partai di Indonesia ternyata di Negerinya menggunakan azas Dwi partai. Hal yang menjadi pekerjaan rumah buat semua elit di parlemen, mahasiswa dan seluruh entitas di semua lapisan masyarakat adalah, antara lain, pertama, kita kembali kepada perampingan mesin politik yang ada. Wacana multi partai ternyata tidak membawa kepada solusi cerdas untuk membangun negeri ini kearah yang lebih baik. Yang ada, semakin banyak partai maka semakin banyak pemikiran dan berimbas kepada pemaksaan suatu kehendak. Ironisnya adalah para elit di atas kurang bisa mengemas pluralitas itu menjadi komposisi bumbu yang sedap dalam membangun negeri ini. Keinginan untuk membangun bangsa ini melalui parlemen ternyata kandas dihantam kepentingan pribadi dan kelompok yang cenderung irasional.. Akibatnya, proses demokrasi yang kita dengung – dengungkan lebih banyak mudorotnya dan sulit untuk kita petik manfaatnya.



Ironitas hari ini yang melanda adalah dengan banyak wadah aspirasi politik ternyata membawa kepada pragmatisasi gerakan. Kecendrungan para caleg hari ini untuk menang bukan berdasar dari minat dan kesadaran untuk membangun negeri. Karena pasca putusan MK dalam penetapan DCT berpotensi menimbulkan konflik eksternal bahkan internal partai. Egositas itu muncul bukan hanya pada kerangka antar partai, tetapi pada ranah internal partaipun terjadi. Sehingga hilangnya identitas diri bahwa caleg adalah calon satelit penyampain aspirasi rakyat tidak dapat terelakkan.



Kedua, tampilnya pemimpin – pemimpin di panggung politik harus berawal dari rekrutmen dan pengkaderan yang benar di partainya. Produk – produk partai harus mempunyai daya jual dan kulitas terbaik wadahnya. Sehingga, ketika instrumen partai politik memainkan peranannya di kancah perpolitikan. Para kader sudah siap dan mampu bersaing dengan seluruh potensinya untuk ikut dalam membangun negeri ini. Semangat kebangsaan itu harus muncul sesuai dengan idelitas partainya. Bukan semangat materialitas yang hari ini menjadi trend para caleg – caleg di negeri ini.



Ketiga, perjuangan di parlemen tidak cukup hanya dengan janji – janji. Tetapi harus di wujudkan dengan idealitas yang tinggi dan semangat yang tulus. Efektifitas dan idealitas yang kita mimpikan bersama hendaknya menjadi cita besar dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara. Semangat perjuangan itu akan muncul ketika kemasan sistem yang mewadahinya di pandang baik untuk kemaslahatan bersama. Permainan sistem yang baik akan benar terwujud ketika setiap kita menyadari bahwa ternyata sistem yang kita mainkan hari ini justru membawa ke efek perpecahan. Ketika hari ini kita masih terlarut dan terbingkai dengan permainan asing yang justru membawa kekerdilan untuk menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan, alhasil kita yang akan memetik buah kerugian itu.



Kebangkitan Indonesia baru merupakan era kedaulatan rakyat secara hakiki. Suara rakyat menjadi penentu bagi segala kebijakan para penyelenggara Negara. Karena itu, bukanlah pekerjaan ringan untuk merealisasikan era tersebut. Salah satu konsekuensi bagi perjalanan bangsa pasca pemilu yang di menangkan PDI-P di 1999 dan GOLKAR di 2004 , adalah kemampuan seluruh komponen bangsa mendengar kehendak suara terbanyak dalam pemilu tersebut. Tinggal yang menjadi pekerjaan bersama adalah keberanian kita untuk berani memformat ulang sistem pemilu yang di rasa membodohi itu. Agar energi kita tidak terkuras habis dengan realitas peperangan politik antar saudara di negeri ini. Sehingga energi ini benar – benar terfokus untuk pembangunan bangsa dan negara yang kita cinta.

Selengkapnya...

Selasa, 24 Februari 2009

baju dinas KAMMI


Ini contoh baju dinas KAMMI Daerah Lampung yang akan segera dibuat, kepada teman-teman yang berminat, dapat menghubungi ukhti Ayu Sumartini (Ketua Departemen Ekonomi)...
Harga : Rp. 80.000 (Sudah termasuk INFAK Dakwah ke komisariat)
SEGERA!!!!
Selengkapnya...